1. IMAM ABU HANIFAH
Imam Abu Hanifah An-Nu'man dilahirkan tahun 80 H. dan belajar ilmu fikih di Kufah. Di sana juga beliau meletakkan dasar- dasar mazhabnya. Beliau wafat di Baghdad pada tahun 150 H.
Abu Hanifah berguru kepada Hammad bin Abu Sulaiman. Sedangkan Hammad belajar dari Ibrahim An-Nakha'i. Ibrahim An-Nakh'i belajar dari 'Alqamah bin Qays murid 'Abdullah bin Mas'ud.
Abu Hanifah sangat mahir dalam ilmu fikih. Beliau banyak dikenal di Iraq. Ketinggian ilmunya dalam bidang fikih diakui oleh ulama yang sezaman dengannya, diantaranya Maliki, Syafi'i, dan banyak ulama lainnya.
Banyak para ulama yang mengikuti mazhab Abu Hanifah atau yang lebih dikenal dengan sebutan ulama Hanafiyah. Diantara mereka yang terkenal adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, Hasan bin Ziyad, dan lainnya.
Ketetapan Abu Hanifah telah melahirkan banyak pendapat dari para Imam dan pengikutnya yang terkadang di dalamnya terjadi perselisihan antara satu dengan lainnya. Semua pendapat tersebut dinamakan mazhab Hanafiyah karena mazhab Abu Hanifahlah yang menjadi dasar mereka. Sementara persoalan yang diperselisihkan hanyalah sebagian kecil saja yang ditimbul- kan dari ijtihad mereka sendiri dalam mengambil keputusan terhadap dalil-dalil mazhab Hanafiyah.
Mazhab Hanafiyah telah menyebar ke berbagai wilayah Islam, seperti Baghdad, Persia, India, Bukhara, Yaman, Mesir, dan Syam.
Mazhab Hanafiyah juga adalah mazhab yang paling banyak dianut pada masa Dynasti 'Abbasiyah, terutama dalam bidang pengadilan dan dalam penentuan fatwa-fatwa. Begitu pula dengan Daulah 'Utsmaniyah, mereka menjadikan mazhab Abu Hanifah sebagai mazhab resmi negara. Dalam hal pengadilan dan fatwa, mereka juga merujuk pada pendapat Abu Hanifah dan hal itu terus berlangsung sampai sekarang.
2. IMAM MALIK
Imam Malik adalah Abu 'Abdillah bin Anas Al-Ashbahi. Beliau adalah Imam dan ulama terkemuka Darul Hijrah. Beliau dilahirkan pada tahun 93 H. dan wafat pada tahun 179 H. Beliau tumbuh di kota Madinah dan menggali ilmu di sana dari Rubai'ah Ar-Ra'yi dan berlanjut kepada beberapa ulama fikih generasi tabi'in. Beliau juga mendengar hadits langsung dari para perawi hadits seperti Az-Zuhri dan Nafi', sahaya Ibnu "Umar, dan rawi lainnya.
Kepiawaiannya dalam menghasilkan ilmu dan mengumpul- kan hadits telah mengukuhkannya sebagai penghulu ahli fikih Hijaz yang paling terkenal di negeri itu. Ketika Khalifah Al- Manshur menunaikan ibadah haji, beliau satu kelompok dengan Imam Malik. Ketika itu sang khalifah memohon agar Imam Malik bersedia membukukan ketetapannya dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang dikuasainya. Akhirnya disusunlah kitab Al-Muwaththa' yang berisi tentang kajian hadits dan ilmu fikih.
Ketika khalifah Al-Mahdi menunaikan ibadah haji, beliau juga mendengar hal itu dan memerintahkan agar Imam Malik diberi uang sebanyak lima ribu dinar. Khalifah Ar-Rasyid beserta anak-anaknya juga datang dan mendengar berita itu, lalu dia memberikan banyak kebaikan kepada Imam Malik. Kitab Al- Muwaththa' telah menempati posisi yang mengagumkan dalam diri Khalifah Ar-Rasyid. Karena kitab tersebut telah mengalihkan perdebatan sengit di lingkungan Ka'bah yang bisa menggiring semua orang yang berada di sekitarnya ke dalam perselisihan jika kala itu orang tidak merujuk pada kitab tersebut. Khalifah Ar-Rasyid berkata kepada Imam Malik: "Sesungguhnya para shahabat Rasul telah berselisih faham dalam masalah furu' (cabang-cabang fikih) dan mereka tersebar dalam beberapa negeri dan semua itu ada benarnya. Semoga Allah memberikan taufiq kepadamu wahai Abu 'Abdillah."
Banyak ulama yang meriwayatkan hadits dengan sumber kitab Al-Muwaththa' dari Imam Malik. Diantara mereka adalah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i dan Muhammad bin Hasan, penganut mazhab Hanafiyah. Dari kalangan ulama Malikiyah sendiri seperti 'Abdullah bin Wahab dan Abdurrahaman bin Al- Qasim dan diantara mereka ada yang menemani Imam Malik selama dua puluh tahun.
Mazhab Malikiyah terus dikembangkan oleh para pengikut- nya dan menyebar ke banyak wilayah negeri Islam hingga ke arah Barat memenuhi wilayah Mesir, Afrika, Andalusia, dan ujung Maroko yang dekat ke Eropa. Begitu pula ke wilayah Timur, seperti Bashrah, Baghdad, dan lainnya. Meskipun setelah itu pengaruhnya mulai menyusut.
3. IMAM SYAFI'I
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i Al-Qurasyiy yang dilahirkan di kota Gaza, Palestina pada tahun 150 H. Beliau menghafal al-Qur'an di Makkah dan di sana juga belajar tata bahasa Arab, sya'ir, balaghah, ilmu hadits, dan fikih. Gurunya sangat kagum dengan kecerdasan dan kemampuannya dalam menyerap dan memahami berbagai disiplin ilmu yang diajarkan. Diantara ulama terkenal yang menjadi gurunya adalah Sufyan bin 'Uyainah dan Mudim bin Khalid Az-Zanji
Ketika usianya mendekati dua puluh tahun, beliau merantau ke Madinah untuk belajar karena mendengar ketinggian ilmu Imam Malik. Kemudian beliau pindah ke Iraq dan belajar kepada penganut mazhab Hanafiyah. Beliau juga pernah pindah ke Persia dan Utara Iraq serta banyak negeri lainnya. Lalu beliau kembali lagi ke Madinah setelah dua tahun dalam petualangan- nya yaitu antara tahun 172-174 H. Petualangan tersebut telah menambah ilmu dan pengetahuannya tentang fenomena kehi dupan dan karakteristik orang
Mazhabnya dianut banyak ulama yang kemudian para ulama tersebut menyusun banyak buku yang bersandar pada mazhab beliau. Diantara mereka yang terkenal adalah Muhammad bin 'Abdullah bin 'Abdul Hakim, Abu Ibrahim Isma'il bin Yahya Al-Mazani, Abu Ya'kub Yusuf bin Al Buwaiti, dan Rubai' Al Jaizi. Mereka adalah para ulama Syafi'iyah yang belajar dari Imam Syafi'i. Adapun ulama dari kalangan Maliki adalah Ibnul Qasim
Mazhab Syafi'iyah berkembang pesat di banyak negeri Islam startegis di wilayah Timur dan terus menyebar ke kawasan dan daerah sekitarnya. Sekarang ini mazhab Syafi'iyah telah meme nuhi berbagai wilayah kota besar di Qatar selain penduduk asli dan suku pedalaman. Mazhab Syafi'iyah juga berkembang di Palestina, Kurdistan, dan Armenia, Begitu pula dengan para peng anut Ahlus Sunnah di Persia, muslim di wilayah Thailand, Philipina, Jawa dan sekitarnya, India, China, Australia, beberapa kota di Yaman seperti 'Adn dan Hadhramaut Kecuali di 'Adn yang sebagiannya adalah penganut Hanafiyah, Mazhab Syafi'iyah juga berkembang di Iraq, Hijaz, dan Syam bersama-sama dengan mazhab lainnya.
4. IMAM AHMAD BIN HANBAL
Nama lengkapnya adalah Abu 'Abdillah Ahmad bin Hanbal Hilalusy Syaibani yang dilahirkan di Baghdad tahun 163 H. dan wafat tahun 241 H
Semasa kecil dia belajar di daerahnya kemudian pindah ke Syam, Hijaz, dan Yaman serta belajar langsung dari Sufyan bin 'Uyainah dan Imam Syafi'i selama beliau tinggal di Baghdad. Imam Syafi'i pernah berkata tentang Imam Ibnu Hanbal: "Aku keluar dari Baghdad dan aku tidak menjumpai di sana orang yang lebih taqwa, zuhud, wara', dan lebih pandai dari Ahmad bin Hanbal."
Beliau telah banyak meriwayatkan hadits dari para ahli yang termasuk gurunya juga, diantara mereka adalah Bukhari dan Muslim. Beliau juga menulis banyak kitab hingga konon men- capai 12 muatan kendaraan. Dikatakan pula bahwa beliau telah meriwayatkan jutaan hadits. Diantara kitab beliau yang terbesar adalah Al-Musnadul Kabiir yang disebut sebagai kitab terbaik dari segi kedudukan dan kritiknya. Beliau tidak sembarangan dalam menempatkan hadits, dan beliau hanya memasukkan hadits yang memiliki tingkat hujjah yang kuat. Beliau juga telah menyeleksi" 750.000 hadits. Dalam mengeluarkan fatwa, beliau sangat selektif terhadap fatwa para shahabat yang tidak ada nash (dalil) di dalamnya, hingga jika dalam satu masalah terjadi perselisihan yang menimbulkan dualisme persepsi, maka beliau memuat kedua hal tersebut sebagai dua riwayat. Beliau juga sangat benci dan menentang fatwa terhadap suatu masalah yang tidak ada nash atau keterangan ulama terdahulu di dalamnya.
Kekerasan Imam Ahmad nampak dalam keyakinannya bahwa dalam kejadian harus ada nash atau atsarnya. Kekakuan beliau juga terlihat dari penolakan beliau terhadap fatwa yang di dalamnya tidak ada nash atau atsar yang sesuai dengan mazhabnya. Termasuk mazhab-mazhab lain yang tersebar di berbagai wilayah di bumi.
Sepeninggal Imam Ahmad, para sahabatnya terfokus pada upaya mengkaji berbagai pendapat beliau yang tercantum dalam fatwa-fatwanya. Hal itu sangat perbeda dengan kebiasaan para ulama mazhab selainnya dimana mereka berijtihad dengan mengikuti perubahan zaman, meskipun terkadang produk mereka berbeda dengan imamnya dalam penetapan kaidah- kaidah ushul (dasar) mereka. Oleh karena itu mazhab Hanbaliyah dipandang dari sisi pengikutnya sangat sedikit. Mula-mula mazhab Hanbali terlihat di Baghdad dan terus menyebar ke wilayah lain negeri itu.
-----------------------------------------------------------------------
Sumber : Fikih Shalat Empat Madzhab (الصلاة على المذاهب الأربعة)
Karya : 'Abdul Qadir Ar-Rahbawi
0 komentar:
Posting Komentar