Loading...
Kamis, 12 September 2024

Wakaf Quran VS Wakaf Pengajar Quran


Saya mau sedikit bercerita.

Dalam suatu perjalanan menuju satu kota. saya
berhenti di sebuah masjid di pinggir jalan. masjidnya cukup mewah dan bagus, juga lengkap segala
sarananya. setelah selesai sholat, mata saya menyapu seluruh isi masjid. dan tiba-tiba mata saya tertuju pada tumpukan buku di dalam rak. yap, saya melihat banyak sekali Alquran disana. saya berjalan menuju rak itu dan yang lebih mengherankannya lagi, Al-Quran tersebut bersih, mulus, seperti tak pernah dibaca. dan benar, Al-Quran itu adalah Alquran wakaf.

Saya heran, kenapa wakaf Al-Quran sangat ramai
dikampanyekan? Kapankah berhentinya? Apakah mushaf Al-Quran itu seperti kacang goreng bagi para penghafal dan pembacanya yang bisa habis kalau digunakan? Apakah memang ada unsur bisnis dibalik penggalangan dana untuk wakaf Al-Quran? Belum lagi wakaf Al-Quran untuk disimpan di masjidil haram.

Maksud saya untuk apa wakaf di tempat yang sudah banyak sekali Al-Quran? Apakah supaya terlihat lebih keren dan besar pahalanya karena disimpan di Masjidil Haram?

Apakah umat islam saat ini kekurangan Al-Quran?
Mungkin benar, di beberapa kampung masih banyak yang belum memiliki Al-Quran tetapi yang jadi perhatian saya adalah mengapa semakin hari semakin banyak lembaga charity yang mengkampanyekan wakaf Al-Quran? Semangat sekali menggalakkannya. Belum lagi dibumbui dengan dalil-dalil agama yang menggiurkan. Saking hebatnya, mereka menawarkan dengan iming-iming pahala yang mengalir terus bagaikan air hujan yang tak ada henti-hentinya. 

Namun, ketika diajak untuk menyumbang untuk guru yang akan mengajarkan Al-Quran, mereka seperti enggan mengeluarkan uang, respon mereka seperti mendengar sesuatu yang tidak menarik.

Saya paham, mungkin ini memang bisnis, tapi tolong ajarilah umat ini dengan pemahaman yang benar dan sebenarnya. Jangan pemahaman yang mendatangkan cuan dan keuntungan pribadi saja. Saya enggak ada masalah dengan bisnis wakaf ini, tapi tolong lihat apa yang sebenarnya umat islam ini butuhkan. Kita ini tidak kekurangan Al-Quran, justru kita kekurangan pengajar dan guru Al-Quran. 

Saya datang ke pelosok desa, di sana tidak ada satupun anak yang bisa membaca Al-Quran, padahal mereka punya setidaknya dua Al-Quran di rumahnya. Belum lagi di desa lain, ada guru ngaji yang tidak pernah dibayar sama sekali.

Dan tau yang lebih lucunya apa? mereka mengatakan mengajarkan agama ini harus "ikhlas". Konyol sekali mendengarnya, mereka mengeksploitasi kata ikhlas untuk kepentingan dan keuntungan pribadi.

Mungkin benar bila kita wakafkan Al-Quran, pahala akan selalu mengalir selama Al-Quran itu digunakan. Namun sekarang muncul pertanyaan lanjutan; Apakah benar Al-Quran itu dibaca dan dihafal oleh penerima mushaf? Atau jangan-jangan hanya untuk pajangan dan hiasan?

Mungkin betul pahalanya akan mengalir terus karena betul-betul dibaca serta dihafal oleh penerimanya. Tapi, ada tapi nya. Hal itu terjadi kalau yang menerima Al-Qurannya adalah orang yang bisa membaca Al-Quran. Bagaimana kalau Al-Quran itu diterima oleh orang yang tidak bisa membaca Al-Quran dan di kampungnya pun tidak ada orang yang bisa mengajarkan Al-Quran? Apakah lembaga charity ini peduli? Atau mungkin mereka hanya peduli terhadap sesuatu yang mudah mendatangkan keuntungan pribadi.

Dalam tulisan ini setidaknya ada dua poin yang ingin
saya utarakan;

Pertama, Hak kalian ingin berbisnis wakaf Al-Quran, tetapi tolong diingat juga bahwa yang paling penting bagi umat islam saat ini bukan sekedar Al-Qurannya tapi orang yang mau mengajarkan Al-Quran itu sendiri. Padahal kalau kita
mau inshof (adil) sedikit saja, kita akan jauh lebih
mementingkan untuk membantu guru-guru yang mau mengajarkan Al-Quran di pelosok-pelosok desa.

Kedua, Sedekah dengan cara wakaf Al-Quran itu boleh dan sah saja. Tapi bisa jadi kurang tepat ketika Al-Quran bertumpuk-tumpuk tidak dibaca, hanya jadi pajangan dan hiasan di rumah-rumah dan masjid-masjid. Dan di waktu yang bersamaan, guru-guru ngaji hidup sengsara, banyak masyarakat yang banyak kelaparan dan hidup miskin, bahkan untuk sekedar memiliki baju untuk sholat agar bisa menutupi aurat saja mereka tidak punya.

Semoga bisa sama-sama dipahami sebagai bentuk kebaikan untuk sesama.

#manqul

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP